Ketika Malam Datang


“Maka aku menyembunyikan air mata,
untuk aku nyanyikan pada bintang-bintang”

Seperti malam kemarin yang telah mati dibunuh pagi
ketika aku terjaga dan mengaburkan mimpi,
aku tak bisa terlelap lagi.

Hening.
Kegelapan yang anggun ini bertahan
begitu rapuh seakan mudah jatuh bergulir
seperti hujan di ujung jariku yang merentang.

Hening.
Jantungku jadi musik yang berdentam,
mengiringi ceritaku yang menari dalam diam.
Mataku tak juga bisa terpejam.

Hening.
Aku berusaha mendengar bisikan yang hatiku hendak sampaikan.
Tak bisa aku dengar satu kata pun yang ia katakan.
Aku merasa sendirian.

Hening.
Apakah yang aku cari manakala matahari terpejam?
Apakah nuraniku memilih untuk diam, setelah lelah memberi jawaban
Atau aku hanya tak tahu apa yang hendak ditanyakan,
dan hanya menanti yang tak aku ketahui.

Hening.
Lidahku tak bisa menghamburkan ceritanya
dan ceritaku tertahan di dalam kepala,
membakar emosi yang telah tertanam dalam dada.
Aku ingin bisa bicara!

Hening.
Malam dingin, air mataku membeku dalam tetesan.
Banyak yang harus aku ucapkan, walau akhirnya tak

aku lakukan.
Perkataanku meledak dalam kungkungan dadaku saja.

Hening.
Mengapa tak ada yang mencari
Manakala aku tak bermimpi di malam hari.
Manakala aku bersembunyi ketika pagi.

Hening.
Aku terlelap bukan karena takut gelap,
Aku terlelap bukan karena telah mengantuk dan lelah
Aku ingin bersembunyi karena matahari mulai terjaga lagi.

Hening.
Aku mencari yang tak dapat aku miliki:
Suara!
Aku ingin bisa bicara.

Malang, 23:14_14 Juli ’13

Leave a comment